Islam-Politik di Indonesia Dinilai Gagal

Posting Komentar
Bandung, At Tijani Indonesia. Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Jakarta, AE Priyono mengatakan, Islam politik di Indonesia sudah mengalami kegagalan.

Menurutnya, Islam-politik telah kehilangan elan vitalnya sebagai kekuatan transformatif bahkan menjadi bagian dari kombinasi konservatisme politik dan konservatisme agama.

Islam-Politik di Indonesia Dinilai Gagal (Sumber Gambar : Nu Online)
Islam-Politik di Indonesia Dinilai Gagal (Sumber Gambar : Nu Online)

Islam-Politik di Indonesia Dinilai Gagal

“Akibatnya, cita-cita Islam untuk emansipasi sosial tidak mendapat tempat, under-represented, bahkan non-exist, dalam demokrasi Indonesia," paparnya dalam acara Diskusi bertajuk "Civic-Islam: Sebuah Keharusan" di Kantor Penerbit Nuansa Cendekia Bandung, Jawa Barat, Jumat (16/1).

At Tijani Indonesia

Islam politik yang dimaksud AE Priyono adalah kelompok Islam yang bermain politik melalui partai politik berbendera agama. Kegagalan Islam-politik itu menurutnya mengarungi dua karang antara neoliberalisme dan fundamentalisme agama.

At Tijani Indonesia

"Islam-politik bukanlah alternatif terhadap kebuntuan demokrasi elektoral yang hanya melahirkan plutokrasi dan plutonomi. Sebagai contoh, PKS (Partai Keadilan Sejahtera-Red) di Indonesia – seperti halnya AKP di Turki – justru menjadi bagian dari masalah," papar peneliti senior Indonesia itu.

Dalam presentasi makalah Civic-Islam di hadapan para intelektual dan aktivis gerakan Islam di Bandung itu, AE Priyono juga memberikan catatan bahwa gagalnya gerakan Islam Politik tak lepas dari fakta umum di mana Indonesia selama ini sedang mengalami kemunduran dalam demokratisasi.?

"Demokratisasi di Indonesia mulai macet sejak tahun 2007 akibat menguatnya elit politik berpikiran konservatif, misalnya dengan melemahkan lembaga Komisi Pemilihan Umum, perlawanan terhadap gerakan anti korupsi, dan provokasi konflik horizontal," paparnya.

Akibat dari kemacetan demokrasi itu, politik nasional Indonesia menurut AE Priyono sedang mengalami regresi, atau mundur ke belakang. Hal ini oleh AE Priyono dibuktikan oleh fakta bahwa sejak 2012 mulai terlihat gejala pembalikan (reversi) menuju rekonsolidasi otoritarianisme, misalnya dengan disahkannya UU Ormas, dan diterapkannya Perpu Kamnas.

"Sekarang demokrasi liberal menimbulkan antitesa-antitesanya yang buruk seperti oligarki, masyarakat yang apatis terhadap politik, privatisasi ruang publik, kesenjangan antara kepentingan rakyat dengan elit, dan bahkan menunjukkan predatorianisme dalam ekonomi dan kekuasaan."

Indonesia perlu Civic-Islam

Selain kegagalan Islam politik, AE Priyono juga menyampaikan fakta penelitian bahwa di luar politik formal kepartian, yakni Islam-Informal yang bergerak di luar politik juga banyak yang terperosok ke dalam fundamentalisme,? konservatisme anti-politik, atau eskapisme anti-sosial. "Radikalisme, gerakan anti demokrasi atas nama Islam dan sektarianisme Islam adalah hal yang cukup memperlihatkan kemunduran itu," ujarnya.

AE Priyono melihat bahwa kegagalan Islam-politik dan juga menguatnya fundamentalisme Islam itu karena disebabkan umat Islam di Indonesia selama ini imajinasi politik dan sosialnya hanya terkonsentrasi pada entitas keluarga, lalu bergerak ke entitas negara.

"Trayektorinya adalah dari keluarga, melalui umat, menuju negara. Islam-politik pada dasarnya hanya memperjuangkan Islam di tingkat keluarga dan negara. Ia bersikap ambigu pada entitas bangsa," terangnya.

Namun bersamaan dengan itu AE Priyono percaya bahwa masih ada peluang untuk demokratisasi dan peradaban di Indonesia dengan kemungkinan membuka pemikiran dan pergerakan melalui jalur civic-Islam yang memiliki cara pandang baru dalam berimajinasi tentang kewarganegaraan dan kebangsaan sehingga Indonesia modern yang dihuni mayoritas muslim ini mengalami kemajuan. (Yus Makmun/Mahbib)

?

Islam-Politik di Indonesia Dinilai Gagal

?

Bandung, At Tijani Indonesia.

Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Jakarta, AE Priyono mengatakan, Islam politik di Indonesia sudah mengalami kegagalan.

Menurutnya, Islam-politik telah kehilangan elan vitalnya sebagai kekuatan transformatif bahkan menjadi bagian dari kombinasi konservatisme politik dan konservatisme agama.

“Akibatnya, cita-cita Islam untuk emansipasi sosial tidak mendapat tempat, under-represented, bahkan non-exist, dalam demokrasi Indonesia," paparnya dalam acara Diskusi bertajuk "Civic-Islam: Sebuah Keharusan" di Kantor Penerbit Nuansa Cendekia Bandung, Jawa Barat, Jumat (16/1).

Islam politik yang dimaksud AE Priyono adalah kelompok Islam yang bermain politik melalui partai politik berbendera agama. Kegagalan Islam-politik itu menurutnya mengarungi dua karang antara neoliberalisme dan fundamentalisme agama.

"Islam-politik bukanlah alternatif terhadap kebuntuan demokrasi elektoral yang hanya melahirkan plutokrasi dan plutonomi. Sebagai contoh, PKS (Partai Keadilan Sejahtera-Red) di Indonesia – seperti halnya AKP di Turki – justru menjadi bagian dari masalah," papar peneliti senior Indonesia itu.

Dalam presentasi makalah Civic-Islam di hadapan para intelektual dan aktivis gerakan Islam di Bandung itu, AE Priyono juga memberikan catatan bahwa gagalnya gerakan Islam Politik tak lepas dari fakta umum di mana Indonesia selama ini sedang mengalami kemunduran dalam demokratisasi.?

"Demokratisasi di Indonesia mulai macet sejak tahun 2007 akibat menguatnya elit politik berpikiran konservatif, misalnya dengan melemahkan lembaga Komisi Pemilihan Umum, perlawanan terhadap gerakan anti korupsi, dan provokasi konflik horizontal," paparnya.

Akibat dari kemacetan demokrasi itu, politik nasional Indonesia menurut AE Priyono sedang mengalami regresi, atau mundur ke belakang. Hal ini oleh AE Priyono dibuktikan oleh fakta bahwa sejak 2012 mulai terlihat gejala pembalikan (reversi) menuju rekonsolidasi otoritarianisme, misalnya dengan disahkannya UU Ormas, dan diterapkannya Perpu Kamnas.

"Sekarang demokrasi liberal menimbulkan antitesa-antitesanya yang buruk seperti oligarki, masyarakat yang apatis terhadap politik, privatisasi ruang publik, kesenjangan antara kepentingan rakyat dengan elit, dan bahkan menunjukkan predatorianisme dalam ekonomi dan kekuasaan."

?

Indonesia perlu Civic-Islam

Selain kegagalan Islam politik, AE Priyono juga menyampaikan fakta penelitian bahwa di luar politik formal kepartian, yakni Islam-Informal yang bergerak di luar politik juga banyak yang terperosok ke dalam fundamentalisme,? konservatisme anti-politik, atau eskapisme anti-sosial. "Radikalisme, gerakan anti demokrasi atas nama Islam dan sektarianisme Islam adalah hal yang cukup memperlihatkan kemunduran itu," ujarnya.

AE Priyono melihat bahwa kegagalan Islam-politik dan juga menguatnya fundamentalisme Islam itu karena disebabkan umat Islam di Indonesia selama ini imajinasi politik dan sosialnya hanya terkonsentrasi pada entitas keluarga, lalu bergerak ke entitas negara.

"Trayektorinya adalah dari keluarga, melalui umat, menuju negara. Islam-politik pada dasarnya hanya memperjuangkan Islam di tingkat keluarga dan negara. Ia bersikap ambigu pada entitas bangsa," terangnya.

Namun bersamaan dengan itu AE Priyono percaya bahwa masih ada peluang untuk demokratisasi dan peradaban di Indonesia dengan kemungkinan membuka pemikiran dan pergerakan melalui jalur civic-Islam yang memiliki cara pandang baru dalam berimajinasi tentang kewarganegaraan dan kebangsaan sehingga Indonesia modern yang dihuni mayoritas muslim ini mengalami kemajuan. (Yus Makmun/Mahbib)

?

(foto: Direktur Eksekutif LP3ES, AE Priyono sedang memaparkan hasil risetnya tentang Islam dan demokrasi di Indonesia)

?



Dari Nu Online: nu.or.id

At Tijani Indonesia IMNU At Tijani Indonesia

Related Posts

Posting Komentar