SMK Berbasis Pesantren Jadi Model Pendidikan Unggulan

Posting Komentar
Jombang, At Tijani Indonesia. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berbasis pesantren harus menjadi model pendidikan masa depan untuk melahirkan tenaga-tenaga profesional yang memiliki karakter (moral), pengetahuan dan keterampilan. SMK berbasis pesantren ini tidak saja menghasilkan tenaga yang memiliki keterampilan, namun yang lebih penting adalah memiliki moral. 

Direktur Pembinaan SMK Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Mustaghfirin Amin mengungkapkan hal itu menjawab At Tijani Indonesia,  Ahad (2/8/2015), usai Diskusi dan Bedah Buku "Pesantren  Akar Pendidikan Islam Nusantara" yang ditulis A.Helmy Faishal Zaini, di Pondok Pesantren Denanyar, Jombang. Bedah buku menampilkan  penulisnya Helmy Faishal Zaini yang juga Ketua Fraksi PKB DPR RI, Pengasuh PP Denanyar KH Abdussalam Sokhib, intelektual muda NU Syafiq Hasyim dan Mustaghfirin. Bedah buku yang dipandu Khairul Anam.

SMK Berbasis Pesantren Jadi Model Pendidikan Unggulan (Sumber Gambar : Nu Online)
SMK Berbasis Pesantren Jadi Model Pendidikan Unggulan (Sumber Gambar : Nu Online)

SMK Berbasis Pesantren Jadi Model Pendidikan Unggulan

"Pesantren harus menjadi mediator, rujukan dalam pengelolaan pendidikan. Pesantren sudah teruji keunggulannya. Sebelum tahun 2004 orang tidak pernah bayangkan ada SMK berbasis pesantren. Ternyata kini menjadi model yang diunggulkan. Bahkan 2-3 tahun mendatang SMK berbasis pesantren akan semakin banyak lahir di tengah masyarakat," kata Mustaghfirin. 

Memang, kata Mustaghfirin, kalau Indonesia ingin maju, maka pesantrennya juga harus maju. Termasuk SMK berbasis pesantrennya juga harus maju. 

Menurut Mustaghfirin, tahun ini ada 500 SMK berbasis pesantren yang didorong untuk terus meningkatkan pengembangannya. Sebanyak  250 SMK berbasis pesantren tersebut, sudah tergolong  besar dan memiliki mutu yang baik. 

At Tijani Indonesia

At Tijani Indonesia

"Alasan mengembangkan SMK berbasis pesantren ini adalah karena memiliki tiga nilai yang sekaligus dikembangkan. Yakni karakter (moral), pengetahuan dan keterampilan. Selama ini, lulusan SMK hanya memiliki satu-satu. Kalau punya keterampilan, belum tentu bermoral. Atau sebaliknya bermoral, tapi belum tentu terampilan," kata Mustaghfirin. 

Dalam pemaparannya, Mustaghfirin menyebutkan, saat ini ada 911 SMK berbasis pesantren. Sebanyak 250 sudah termasuk besar. Kemendikbud melihat SMK berbasis pesantren dikembangkan karena terbukti berhasil melahirkan tenaga-tenaga keterampilan yang bermoral. Apalagi jika dilihat dari isi buku yang dibedah ini, pesantren merupakan akar dari pendidikan Nusantara. 

"Pengembangan SMK berbasis pesantren bukan berarti menghilangkan ciri khas pesantrennya. Namun membantu SMK yang dipesantrenkan sehingga mampu menjawab tantangan ke depan yang dihadapi bangsa Indonesia," kata Mustaghfirin. 

Dikatakan, tahun 2030 mendatang, Indonesia berada pada urutan ketujuh yang memiliki tenaga profesional. Hal ini jika syaratnya bisa terpenuhi, yakni harus ada sekitar 113 juta tenaga profesional di Indonesia. Jika hanya mengandalkan dari lulusan perguruan tinggi yang hanya mampu dilahirkan rata-rata satu juta orang per tahun, jelas tidak terpenuhi. 

"Sementara itu, sebanyak 60 persen dari tenaga-tenaga profesional tersebut dari teknisi-teknisi menengah yang dihasilkan oleh SMK. Disini pentingnya kehadiran SMK berbasis pesantren. Harus didorong tumbuhnya SMK berbasis pesantren untuk melahirkan tenaga profesional yang memiliki moral dan keterampilan itu," kata Mustaghfirin menambahkan. 

Jika SMK berbasis pesantren memiliki siswa 600 orang, santri berhasil menjadi tenaga-tenaga profesional, maka SMK tersebut tidak perlu cari bantuan kemana-mana. Sudah memiliki potensi untuk mengembangkan diri, tambahnya. (Armaidi Tanjung/Mukafi Niam)

Dari Nu Online: nu.or.id

At Tijani Indonesia Nasional, Kyai, Quote At Tijani Indonesia

Related Posts

Posting Komentar