Di Tangan Walisongo, Angka-angka dalam Kalender Islam Jadi Hidup (Sumber Gambar : Nu Online) |
Di Tangan Walisongo, Angka-angka dalam Kalender Islam Jadi Hidup
“Dalam perhitungan kalender Jawa Islam, angka itu hidup, punya energi. Misal anak lahirnya kamis pon, kamis itu angkanya delapan, pon itu tujuh. Jumlahnya 15, maka karakter orang ini pasti orang-orang pinter,” ungkapnya dalam kegiatan Halaqah Islam Nusantara yang digelar Pascasarjana STAINU Jakarta, Jum’at (17/4) lalu di Kampus STAINU Jakarta, Jl Taman Amir Hamzah Jakarta Pusat.?Agus menambahkan, kalau orang meninggal, 7 hari itu disebut nortu sartu, dino pitu? pasaran pitu. Pasti jatuhnya hari sabtu. Kalau 40 hari itu, nomo sarmo, dino limo pasaran limo. Pasti jatuhnya hari kamis, kliwon, itu nanti bisa dihitung hingga seribu hari, tentu pakai rumus.?
At Tijani Indonesia
“Perhitungan ini dibutuhkan orang Islam karena orang Hindu kalau mati tidak diperingati. Diperingati hanya setelah 14 tahun pada acara surada,” terang Pengasuh Pesantren Global Tarbiyyatul Arifin Malang ini.Ini, lanjutnya, salah satu pengetahuan yang dikembangkan oleh Walisongo. Ini baru ilmu dari kalender. Orang zaman dulu juga menggunakannya untuk mengidentifikasi karakter manusia. Misal orang yang lahir ahad, karakternya seperti ini. Sampai pada zaman itu, juga untuk menghitung kematian seseorang, juga ada hitungannya.?
At Tijani Indonesia
“Namun, itu tentu hitungan alamiah, karena kita tidak bisa menentukan sebuah kematian,” tegasnya dihadapan para mahasiswa dan Dosen Pascasarjana STAINU Jakarta.Tetapi, kata Agus, orang seringnya menyertakan unsur ghoib, misal angka 5, 6, 7 maksudnya apa? Ini ilmu terapan yang dibutuhkan manusia saat itu. Ilmu itu tidak ada gunanya jika tidak bermanfaat untuk manusia. Ilmu terapan ini juga dibutuhkan dalam kelahiran manusia, hingga konsep hidup sampai konsep tauhid ada di situ semua.?
Setelah Sultan Agung meninggal, imbuhnya, belakangan mulai muncul masalah. Karena dalam hitungan yang digunakan Sultan Agung, Nabi Muhammad lahir 12 Rabiul Awal, itu harinya Senin pon.
“Pada peringatan berikutnya, itu kan tidak bisa sama. Bagaimana 12 Rabiul Awal berikutnya jatuh pada senin pon, lakukanlah manipulasi, ada rumus manipulasi agar tahun depan jatuhnya senin pon lagi. Rumus itulah yang kita kenal Asapon dan Aboge, jadi rumus ini rumus manipulasi tanggal supaya jatuhnya senin pon lagi,” ungkapnya.
Dia menandaskan, hal ini yang pada akhirnya oleh orang-orang kejawen yang tidak mengerti, digunakan untuk menghitung awal ramadhan, sehingga sering kita lihat ramadhan mereka maju beberapa hari. “Lah wong rumusnya manipulatif. Belakangan orang zaman dulu tidak ada lagi yang sepinter Sultan Agung sehingga menggunakan rumus manipulatif tadi,” tegasnya. (Fathoni)
Dari Nu Online: nu.or.id
At Tijani Indonesia Pondok Pesantren, Nahdlatul At Tijani Indonesia
Posting Komentar
Posting Komentar