Meski bertempat di Kota Probolinggo, keberadaan pesantren ini masih banyak yang belum tahu. Salah satu alasannya karena usia pesantren yang baru sekitar lima tahun. Apalagi lokasinya juga berjarak 5 Kilometer dari Kecamatan Kedopok Kota Probolinggo.
Kombinasikan Pembelajaran Salafiyah dan Formal (Sumber Gambar : Nu Online) |
Kombinasikan Pembelajaran Salafiyah dan Formal
Sesampainya di pesantren ini, tampak papan pengenal pesantren yang bertuliskan Pondok Pesantren Miftahul Ulum Al Kholili Kelurahan Kedopok. Namun, ketika memasuki areal pondok, bukan seperti halaman pondok pada umumnya, berjejer rumah menghadap ke utara.Sejarahnya, Pondok pesantren Miftahul Ulum Al Kholili ini berdiri sejak 5 tahun lalu. Saat itu pondok yang didirikan Kiai Mafhul Kholil (49) itu hanya mempunyai 6 santri, 4 santri laki-laki dan 2 santri perempuan.
At Tijani Indonesia
Pendiri yang juga pengasuh Pesantren Miftahul Ulum Al Kholili, Kiai Mafhul Kholil mengatakan berdirinya pondok itu berawal dari adanya permintaan dari sesepuh di lingkungan sekitar pondok. “Sekarang yang meminta untuk didirikan pondok meninggal,” katanya.At Tijani Indonesia
Jauh sebelum berdirinya pondok ini atau tahun 1996 lalu, Kiai Mafhul sudah mendirikan madrasah diniyah. Saat pertama kali, belum tersedia gedung untuk belajar mengajar. Kiai Mafhul memanfaatkan masjid di dekat rumahnya tersebut untuk aktivitas belajar mengajar. “Tapi sedikit demi sedikit kami mulai menyicil untuk membangun gedung belajar, tentu hal semacam itu berasal dari sumbangsih masyarakat yang peduli terhadap pendidikan,” katanya.Saat ini jumlah santrinya sudah berjumlah 15 santri, 7 santri laki-laki dan 8 perempuan. mereka tidak hanya berasal dari Kota Probolinggo, melainkan dari daerah Kabupatan Probolinggo seperti dari Desa Menyono, Desa Mranggon Lawang. Tidak hanya madrasah diniyah, pondok ini juga sudah terdapat pendidikan formal, SMP Islam Miftahul Ulum Al Kholili.
Santri yang mondok di pesantren ini tidak hanya diajari pendidikan salafiyah, melainkan, pendidikan formalpun juga mereka terima. “Pulang sekolah baru kami berikan pelajaran, seperti mengaji Al-Qur’an dan membaca kitab Kuning,” katanya.
Pembelajaran kitab kuning
Di pesantren ini, pembelajaran yang diberikan tidak hanya Al-Qur’an saja, pengasuh juga memberikan pembelajaran kitab kuning. “Secara rutin kami belajar kitab kuning. Biasanya yang diberikan Sullamul Taufiq, Fathul Qorib, dan metode percepatan bisa baca kitab kuning,” ungkapnya.
Soal waktu pembelajaran, jelas tidak mengganggu aktivitas sekolah. Karena pengasuh pondok memberikan kesempatan pagi hingga siang untuk kegiatan formal. Meski terkesan tidak seketat pesantren salafiyah lainnya, pesantren ini tetap memiliki aturan seperti pesantren pada umumnya. “Kalau soal keamanan dan ketertiban saya rasa sama dengan pondok-pondok yang lain,” terangnya.
Dari santri untuk santri
Untuk memberikan asupan makanan setiap hari, Pengasuh Pondok Pesantren ini tentu tidak terlalu repot dengan urusan tersebut. Karena, pengasuh memberikan makanan pada para santrinya itu berasal dari zakat fitrah yang dititipkan kepada toko-toko terdekat. Zakat itu berasal dari anak didiknya untuk makan santri mukim di pondoknya tersebut.
Untuk konsumsi 15 santri yang mukim, pengasuh tidak membeda-bedakan antara makan pengasuh dengan santri. “Kalau misalkan santrinya makan tempe, kami juga sama. Karena kami tidak membeda-bedakan hal semacam itu,” jelasnya.
Tidak hanya soal makan yang gratis, pengasuh ternyata juga menggratiskan seragam santri. “Berapapun santri yang mukim, kalau kami mampu pasti kami gratiskan. Alhamdulillah sampai sekarang program itu berjalan dengan baik,” pungkasnya. (Syamsul Akbar/Mukafi Niam)
Foto :Salah satu kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti oleh santri di lembaga pendidikan di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Al Kholili di Kelurahan Kedopok Kecamatan Kedopok Kota Probolinggo
Dari Nu Online: nu.or.id
At Tijani Indonesia Meme Islam At Tijani Indonesia
Posting Komentar
Posting Komentar