Melalui media bernama Swara Nahdlatoel Oelama, KH Wahab Hasbullah atau biasa dipanggil Mbah Wahab bersama tokoh lain seperti KH Mahfudz Siddiq dan Abdullah Ubaid ikut mengelola majalah yang diterbitkan tiap tengah bulan ini
Kala itu Mbah Wahab bahkan memimpin perjalanan majalah ini selama tujuh tahun, sebelum akhirnya berganti nama menjadi Berita Nahdlatoel Oelama pada tahun 1934.
KH Abdul Aziz Masyhuri, Pengasuh pondok Pesantren Al-Aziziyyah. Desa Denanyar, Kabupaten Jombang dalam bukunya 99 Kiai Pondok Pesantren Nusantara (2006) menceritakan Mbah Wahab pernah membeli sebuah percetakan beserta gedung sebagai pusat aktivitas NU di Jalan Sasak 23 Surabaya. “Dari sini kemudian dia merintis tradisi jurnalistik modern dalam NU,” terangnya.
Mbah Wahab Merintis Tradisi Jurnalistik di NU (Sumber Gambar : Nu Online) |
Mbah Wahab Merintis Tradisi Jurnalistik di NU
Kiai Aziz menambahkan hal tersebut dilakukan Mbah Wahab, dilandaskan pada sebuah pemikiran sederhana. “Yaitu bagaimana menyebarkan gagasan NU secara lebih efektif dan efisien yang selama ini dijalankan melalui dakwah panggung dan pengajaran di pesantren,” tuturnya.Dari rintisan tradisi jurnalistik inilah, NU kemudian melahirkan beberapa generasi yang telah disebutkan di depan, serta memiliki berbagai media yang masih bertahan hingga sekarang, antara lain Duta Masyarakat, Risalah, dan bahkan merambah ke era digital At Tijani Indonesia. (Ajie Najmuddin/Anam)
At Tijani Indonesia
Dari Nu Online: nu.or.idAt Tijani Indonesia Halaqoh, Fragmen, Lomba At Tijani Indonesia
Posting Komentar
Posting Komentar