Mustolih Siroj: Masyarakat Perlu Tahu Peraturan soal Lembaga Filantropi

Posting Komentar
Jakarta, At Tijani Indonesia

Dosen Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Mustolih Siroj mengungkapkan ada banyak perspektif dan undang-undang yang mengatur penyelenggaraan filantropi. Sayangnya, kebanyakan masyarakat tidak mengetahui hal tersebut.

Mustolih Siroj: Masyarakat Perlu Tahu Peraturan soal Lembaga Filantropi (Sumber Gambar : Nu Online)
Mustolih Siroj: Masyarakat Perlu Tahu Peraturan soal Lembaga Filantropi (Sumber Gambar : Nu Online)

Mustolih Siroj: Masyarakat Perlu Tahu Peraturan soal Lembaga Filantropi

“Kalau filantropi mengarah pada keagamaan khususnya Muslim diatur oleh UU Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Itu juga ada turunannya, karena ada PP Nomor 14 Tahun 2014. Karena leading sector-nya Baznas (Badan Amil Zakat Nasional), maka ada peraturan-peraturan Baznas,” kata Mustolih kepada At Tijani Indonesia seusai mengisi acara Ngobrol Filantropi (Ngopi) di Saung Cendol Huis, Ciputat, Tangerang Selatan, Ahad (26/2).

Ia melanjutkan, filantropi untuk non-Muslim diatur UU Nomor 9 Tahun 1961 beserta turunannya tentang pengumpulan uang dan barang. Demikian juga untuk wakaf, kebencanaan, penanganan fakir miskin, juga ada undang-undang dan regulasinya.

At Tijani Indonesia

Karena itu, katanya, undang-undang yang mengatur penyelenggaraan filantropi sebenarnya sangat kuat. Kuatnya undang-undang yang mengatur filantropi perlu diketahui masyarakat, karena lembaga filantropi melakukan pengumpulan donasi publik.

At Tijani Indonesia

“Ini juga untuk melindungi donatur agar lebih tenang dalam penyaluran dananya,” tegasnya.

Mustolih menambahkan, lembaga filantropi juga dituntut untuk semakin kredibel dengan adanya UU Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Infomasi Publik. Apabila lembaga filantropi semakin kredibel dan transparan, masyarakat akan semakin percaya.

“Tulang punggung dan pilar utama penyelenggaraan filantropi itu trust, kepercayaan. Kalau tidak punya itu ya tidak profesional. Karena ketika masyarakat tidak percaya apa gunanya ada lembaga-lembaga itu?” lanjut Mustolih.

Terkait dengan hal itu, ia menilai NU Care-LAZISNU (Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama) sudah mulai bergerak menjadi lembaga yang kredibel dan transparan, dan menyesuaikan diri dengan undang-udang filantropi yang berlaku.

“NU Care-LAZISNU yang diberi izin Kemenag, salah satu pertimbangannya adalah transparansi dalam laporan keuangan, lalu penerima manfaat dan spektrumnya seperti apa. Kalau lembaga ZIS tidak transparan dalam audit juga tidak akan dipercaya, dan itu membahayakan mereka sendiri,” ungkapnya.

Ia mendorong NU Care LAZISNU juga memperkuat kepercayaan masyarakat dengan mengaplikasikan UU nomor 14 tahun 2008, tentang keterbukaan informasi publik.

Masyarakat berhak mengetahui pengelolaan zakat, keuangannya seperti apa, pengelolaan SDM seperti apa, lalu audit keuangan, pembagian antara asnaf yang 8, juga menjadi hal yang nantinya menjadi penilaian dan kepercayaan publik.

“NU kan umatnya banyak. Tidak ada alasan untuk tidak transapran dalam pelaporan LAZISNU. Langkah penyempurnaan laporan, misalnya bagaimana annual report yang lengkap dan komperhansif setiap tahun agar dinilai masyarakat,” pungkas Mustolih. (Kendi Setiawan/Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

At Tijani Indonesia Budaya, Warta, AlaNu At Tijani Indonesia

Related Posts

Posting Komentar