Hari Raya Kurban, Hari Meratakan Santunan

Posting Komentar
Oleh KH Saifuddin Zuhri?



Pada hari Ahad sehabis sarapan pagi, jika tidak mempunyai aeara khusus saya senang mengikuti siaran Radio Atthahiriyah (di bawah asuhan KH Thohir Rahili) atau Radio Assyafi’iyah (di bawah asuhan KH Abdullah Syafi‘i) atau Radio Eindrawasih (diasuh oleh anak buah KH Syukron Makmun). Radio-radio yang saya sebut namanya di atas tadi sejak sepuluhan tahun yang lalu mempunyai tugas (barangkali yang terpenting ialah) untuk menyiarkan seeara langsung jalannya pengajian umum umat Islam (Majlis Ta’lim) yang dipimpin oleh para ulama kenamaan di Jakarta. Anak-anak muda (umumnya mahasiswa dan pelajar) menangani teknik penyiaran radio untuk mengumandangkan majlis ta‘lim berikut pesan-pesan para ulama dan tokoh-tokoh umat Islam lainnya. Suatu kerja sama kebajikan antara yang tua-tua dengan yang muda-muda, antara guru-guru dengan para santrinya.?

Pagi Ahad yang baru lalu, melalui siaran Radio Atthahiriyah saya mengikuti sebuah pesan penting dan seruan yang tengah disampaikan dalam gaya dan bahasa "khas Betawi" yang koeak: dan akrab. Memperhatikan tekanan suaranya dan eara pengungkapannya, saya menerka balm pembicaranya mirip-mirip KH Abdurrahman Nawi, salah seorang muballigh kita yang "laris" di Jakarta. Ternyata dugaan saya benar. Pembicara tersebut ialah KH Abdurrahman Nawi.?

Hari Raya Kurban, Hari Meratakan Santunan (Sumber Gambar : Nu Online)
Hari Raya Kurban, Hari Meratakan Santunan (Sumber Gambar : Nu Online)

Hari Raya Kurban, Hari Meratakan Santunan

Berkata KH Abdurrahman Nawi:?

”Kita ini insyaallah bakal menghadapi ldul Adha tak lama lagi tinggal beberapa hari lagi. ldul Adha atau ldul Kurban juga disebut Idul Akbar. Artinya, bahwa Hari Raya Adha atau Hari Raya Kurban itu ialah Hari Raya paling besar. Kedudukannya tidal: kalah penting dari pad: ldul Fithri kalau tidal: bolelt dikatakan lebih besar.?

”Tapi umumnya klta-kita ini kurang menghargai Idul Adha, jauh sekali bila dibanding dengan penghargaan kita kepada Idul Fitri. Kalau ldul Fitri diibaratkan sebagai seorang tamu agung, maka Idul Adha juga seorang tamu agung, kalau tidak boleh dikatakan lebih agung.

At Tijani Indonesia

”Aneh, umumnya kita ini mendiskreditkan Idul Adha. Berbeda jauh dibanding dengan cara menghormati Idul Fitri yang kita perlakukan sebagai seorang tamu agung yang paling diharapkan kedatangannya dan sebab itu kita muliakan setinggi-tingginya. Maka ldul Adha kita anggap seolah-olah cuma seorang tamu yang langganan datang tiap hari, cukup kita temui hanya dengan memakai kaos oblong . . . !”?

Sebuah kritik bergaya kocak yang tepat sekali dikemukakan oleh KH Abdurrahman Nawi. Tujuan beliau tentulah agar kita lebih menyemarakkan keagungan Idul Adha sesuai dengan namanya, Idul Akbar. Kalau bukan umat Islam, siapakah yang harus menyemarakkan kebesaran dan keagungan Idul Akbar? Orang lain tidak bakalan merayakan Idul Adha apalagi membuatnya menjadi semarak!?

At Tijani Indonesia

Ini bukan sekedar menyangkut syi’ar Islam, tetapi lebih dari itu. Menyangkut langsung pelaksanaan syari’at Islam, kultur Islam, dan syi’ar Islam. Idul Adha bukan sekadar hanya sebutan. Bukan cuma sekadar nama!?

***

Idul Adha, juga disebut Idul Kurban. ’Id, artinya hari raya. Adha, artinya ternak sembelihan (dlahaya, adlhiyyah). Dengan demikian maka Idul Adha berarti: hari raya untuk menyembelih binatang ternak. Adapun tujuan penyembelihan ternak itu untuk mencapai martabat dekat dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala (kurban). Maka itu Idul Adha juga disebut Idul Kurban yang artinya: hari raya untuk memanifestasikan usaha memperdekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Memperdekatkan diri dengan jalan menyembelih binatang ternak pada hari Idul Adha (10 Zulhijjah) dan hari-hari Tasyriq (11, 12, 13 Zulhijiah).?

Kitab-kitab fiqih telah mengatur cara pelaksanaan Idul Adha. Berbeda dengan Idul Fitri yang shalat idnya dikerjakan setelah menunaikan kewajiban zakat fitrah, maka shalat Idul Adha dikerjakan sebelum menyembelih binatang ternak. Adapun waktu penyembelihan ternak itu demikian longgar, mulai setelah selesai shalat Idul Adha hingga 3 hari Tasyriq berturut-turut sebelum terbenam matahari di hari Tasyriq terakhir.?

Ternak yang disembelih (domba-kambing, lembu, kerbau, onta) mestilah yang berkualitas baik. Kecuali karena telah berumur dewasa (domba atau kambing telah berusia 1-2 tahun, lembu telah berusia 2-3 tahun), juga binatang ternak itu yang pilihan. Tidak kurus, tidak kurapan, tidak cacat anggota badannya (tidak buta meski sebelah matanya, tidak putus telinga maupun ekornya, tidak pineang meski sebelah kakinya pun).?

Menyembelih binatang ternak bagi orang Islam pria maupun wanita memang tidak wajib, tidak sebagaimana menunaikan zakat fitrah. Mengorbankan ternak itu sunnah-muakkad hukumnya, artinya: meskipun cuma sunah, tetapi amat dianjurkan atau ditekankan untuk diindahkan. Yaitu bagi siapa saja yang mampu mengorbankan binatang ternak, entah domba entah lembu atau kerbau, bagi siapa saja yang merasa berkecukupan. Ukuran jika mempunyai sisa belanja lebih untuk 4 hari (Idul Adha dan hari-hari Tasyriq). Memang, ukurannya jadi amat relatif. Di sinilah kejujuran seseorang terhadap diri sendiri diuji!?

Apakah dia mampu untuk menyembelih korban meski hanya seekor kambing, dua ekor, tiga ekor hingga 7 ekor (sama dengan l ekor lembu), orang yang bersangkutanlah lebih tahu tentang kadar kemampuannya. Iman dan taqwanyalah yang memimpin kesadarannya, bahwa sejumlah uang seharga ternak yang dikorbankan tidaklah hilang dengan sia-sia. Baik menurut ukuran nilai moral maupun mental (bahkan nilai materialnya pun) pasti sangat menguntungkan dirinya. Perbuatan demikian termasuk melaksanakan taqwa. Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, ia akan memperoleh jalan keluar dari kesulitannya, ia akan memperoleh rezeki dari-Nya secara tidak tersangka-sangka. Demikianlah firman Allah dalam Al-Qur’an.?

Memang tidaklah wajib, hanya sunah muakkadah. Tetapi Junjungan Besar Nabi Muhammad Shallallaahu ’Alaihi Wasallam telah bersabda: ? ”Man kaana lahu sa’atun wa lam yudlahhi falaa yaqrobanna mushallaanaa.” (barangsiapa mempunyai kelapangan rezeki, tetapi tidak melakukan korban ternak, maka janganlah sekali-kali menghampiri tempat shalat kami ini).?

Demikianlah sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Shahabat Abu Hurairah menurut Imam Ahmad dan Ibnu Majah dan lain-lain.?

***?

Sebagai hari raya, Idul Adha bukan sekadar peristiwa rohani dalam hubungan manusia dengan Al-Khaliq. Tetapi meskipun menjadi hamparan untuk mendekatkan diri kepada-Nya (hingga bernama Idul Kurban), Idul Adha mengandung pola sosial, persaudaraan dan seperasaan sepenanggungan (solidaritas). Dengan lain perkataan, Idul Adha menghubungkan ikatan hablun minallah dan hablun minannaas (tali pengikat dalam hubungan denga Allah Subhanahu wa Ta‘ala dan dalam hubungan dengan sesama umat manusia).

Maka sejarah peradaban Islam (temasuk di Indonesia) sejak berpuluh abad telah menancapkan Idul Adha menjadi salah satu budaya Islam yang diresapi hikmah dan manfaatnya oleh generasi demi generasi. Idul Adha mengabi peranan sangat positif di dalam meratakan santunan di antara sesama umat Islam yang kaya maupun yang miskin, ulama manpun santri, pemimpin maupun golongan awam.?

Berbeda dengan zakat fitrah yang harus dinikmati oleh para fakir miskin dan sang pemberi zakat fitrah sama sekali tidak boleh turut menikmatinya, maka ternak penyembelihan (kurban) boleh dinikmati oleh sang pemberi kurban sekadarnya. Kecuali jika kurban itu bersifat kaul (nadzar) maka pengurban tidak boleh turut menikmati daging sembelihan kurban itu, sebagaimana digariskan oleh fiqih Islam: wa laa ya’kulu al-mudlahhi syaian minal adlhiyyati al-manzurati (pengurban tidak boleh ikut makan daging sembelihan yang dilakukan karena nadzar).?

Demikianlah, maka santunan yang diratakan oleh Idul Adha dirasakan juga oleh orang-orang kaya meskipun yang melakukan kurban binatang ternak. Hukum persamaan hak bagi yang kaya dan yang miskin. Bagi orang-orang fakir miskin sudah jelas mendatangkan kegembiraan karena memperoleh santunan. Dan bagi orang kaya pun akan tergugah hatinya bahwa orang yang memperoleh santunan adalah menikmati kegembiraan. Meskipun orang kaya senang juga mendapat bagian santunan, apalagi mereka yang miskin.?

Inilah faktor ikatan persaudaraan sesama orang Islam. Apakah ia orang kaya, berkedudukan tinggi, berkuasa, ataukah ia orang miskin dan awam, oleh Islam mereka itu dipertalikan sebagai satu saudara. Dari ikatan persaudaraan akan ditanamkan sikap setia kawan dan rasa sepenanggungan (solidaritas).?

Contoh-contoh dalam Islam banyak sekali mendidik umatnya untuk menggalang persatuan, persaudaraan, dan persamaan sikap. Shalat Jum’at, shalat Idul Fitri/Idul Adha, tidak bisa dilangsungkan tanpa jama’ah (persatuan) di bawah pimpinan imam. Pelajaran yang diberikan oleh ibadah puasa Ramadhan dan ibadah Haji (wuquf) jelas sekali mendemonstrasikan solidaritas sesama umat Islam. Adapun tujuan berzakat adalah untuk menyantuni sesama saudaranya dalam Islam atas dasar solidaritas ukhuwah.?

Benar sekali, bahwa seseorang pada saat ia menamakan dirinya orang Islam, pada saat itu juga ia adalah anggota umat Islam!?

Pada saat seluruh dunia Islam mcnggemakan suara Takbir dan menggalang persaudaraan persatuan di Hari Raya Idul” Adha, api peperangan antara umat Islam Iraq dengan umat Islam Iran, mendekati 4 minggu. Batu ujian bagi dunia Islam!?

Peperangan antara umat Islam Iraq dan dengan umat Islam Iran, ataukah peperangan antara pemimpin-pemimpin politik kedua pihak memperebutkan popularitas, kemegahan, dan Dollars?





Pelita, 17 Oktober 1980

Dari Nu Online: nu.or.id

At Tijani Indonesia Cerita, News, Nasional At Tijani Indonesia

Related Posts

Posting Komentar