Otonomi Daerah Picu Busung Lapar

Posting Komentar

Jakarta, At Tijani Indonesia
Otonomi daerah tidak selalu otomatis mensejahterakan rakyat di daerah, alih-alih menjadi mandiri tetapi dalam implementasinya justeru sering menimbulkan alpanya pemerintah daerah untuk mensejahterakan rakyat.

"Kasus busung lapar, gizi buruk dan juga polio, sebenarnya tidak terlepas dari kebijakan yang diambil pemerintah tentang otonomi daerah. Saat kebijakan itu diterapkan, setiap daerah berlomba meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi melupakan kesejahteraan masyarakat," ungkap Direktur Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara,Prof. Dr. Frans Magnis Suseno kepada At Tijani Indonesia usai deklarasi Jaringan Solidaritas untuk Korban Busung Lapar, di Jakarta, Senin (4/7).

Fenomena gizi buruk, ungkap tokoh umat katolik ini menunjukkan kegagalan implementasi kebijakan tersebut, sehingga harus cepat ditangani untuk mencegah munculnya kasus-kasus lain yang menimpa rakyat miskin.

Masalah tersebut juga berkaitan dengan budaya birokrasi di lingkungan birokrat, yang mengakibatkan fakta yang sesungguhnya justru ditutupi dari pemerintah pusat. "Budaya ’Asal Bapak Senang’ (ABS) sudah sangat mengakar, sehingga elite politik yang hanya melihat dari ’atas’ mendapati semua berjalan mulus tanpa hambatan," katanya.
      
Sementara itu, dari sisi masyarakat, kasus itu dapat dianggap sebagai mulai lunturnya rasa kepedulian dan kepekaan sosial dalam masyarakat. "Melihat tingkat pendapatan per kapita penduduk, seharusnya peristiwa seperti kelaparan dan  kerawanan kesehatan tidak perlu terjadi," katanya.
      
Ia berpendapat masalah tersebut hanya bisa diselesaikan apabila semua orang saling membantu, dan ada keterbukaan. Jika tidak, kesenjangan sosial akan semakin tajam.
      
Untuk mengatasi kesenjangan sosial yang kian hari kian tajam, ia mengatakan, seluruh elemen bangsa perlu meningkatkan moral kebangsaan  untuk  meningkatkan kepekaan masyarakat terhadap fenomena sosial yang terjadi di sekitarnya.

Selain itu, moral kebangsaan juga dibutuhkan oleh pemerintah Indonesia sebagai penyelenggara negara, agar produk kebijakannya memihak kepada kepentingan rakyat.

Sementara itu di tempat yang sama GKR Hemas, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga menilai bahwa kasus busung lapar dan gizi buruk mencerminkan menurunnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya.

Masyarakat saat ini, menurut isteri Gubernur DIY itu, semakin bersikap individual dan memilih lingkungan homogen yang setara dalam kompleks perumahan dengan alasan utama keamanan. Akibatnya lingkungan yang setiap hari dilihat adalah orang-orang yang sejahtera, sementara di luar kompleks, yang berarti di luar jangkauan pandangan mereka, terdapat begitu banyak orang yang mengalami kemiskinan.

Pendapat itu didukung oleh Ketua LKKNU, Otong Abdurahman bahwa masyarakat terutama yang tinggal di perkotaan, mulai tidak mempedulikan lingkungan sekitarnya, bahkan terhadap saudara mereka sendiri sekalipun. (cih)

 

Dari Nu Online: nu.or.id

At Tijani Indonesia Santri, Tokoh, Kiai At Tijani Indonesia

Otonomi Daerah Picu Busung Lapar (Sumber Gambar : Nu Online)
Otonomi Daerah Picu Busung Lapar (Sumber Gambar : Nu Online)

Otonomi Daerah Picu Busung Lapar

Related Posts

Posting Komentar