Al-Asy’ari menjadi simbol Aswaja karena dua hal: Pertama, kepercayaan besar umat Islam, khususnya para ulama dari berbagai kalangan kepada Imam Abu Hasan al-Asy’ari yang wara’, zuhud, ahli ibadah dan berakhlak mulia. Kedua, kreatifitas dan intensitas para ulama dalam menyebarluaskan madzab Al-Asy’ari (hal xiv).
Aswaja mempunyai ciri yang utama yaitu tawasuth (moderasi) antara wahyu dan akal, teks dan konteks vertikal dan horizontal, sakral dan profan. Moderasi membutuhkan keterbukaan (iftitah) toleransi (tasamuh) keseimbangan (tawazun) dan tegak lurus memegang dan memperjuangkan prinsip (I’tidal). Ciri-ciri ini melekat dalam pemikiran dan aksi lapangan golongan Aswaja.
Aswaja: Manhaj Nahdlatul Ummah (Sumber Gambar : Nu Online) |
Aswaja: Manhaj Nahdlatul Ummah
Buku yang bertajuk Ahlussunah Wal-Jama’ah ini mencoba menjabarkan tentang studi komprehensif atas teoleogi Al-Asy’ari dan Al-Maturidi yang memiliki sedikit perbedaan dalam beberapa permasalahan. Meskipun keduanya bertemu pada titik yang sama yakni mengintegrasikan antara dalil naqli dan aqli secara bersamaan. Penggunaan dalil akal tidak menjauhkan kelompok ini dari dalil Al-Qur’an, justru menguatkan dan memudahkan umat untuk menyerap dengan mudah pemahaman tentang Ahlussunah. Dari sinilah tampak bahwa Ahlussunah adalah firqoh yang moderat (tawasuth), berada diantara golongan Mu’tazilah yang selalu mengedepankan akal dan golongan Musyabihah dan Mujassimah yang selalu terikat dengan dzahir dari nash. (hal 33)Terlepas dari semua itu, penulis sudah mampu mengutarakan tentang pemikirannya terhadap pemahaman Ahlussunah wal Jamaah melalui studi komprehensif atas teoleogi Al-Asy’ari dan Al-Maturidi; penulis membuktikan kebenaran teologi keduanya melalui biografi Abu al-Hasan-al Asy’ari yaitu sebagai ulama yang pernah mengangkat biografinnya adalah al-Hafidz Abu- al-Qosim Ibn Asakir dalam kitabnya Tabyin Kadzibi al-Muftary? dan Tajuddin as-Subky, Ath-thabaqot. (hal 79)
Sebelum melepaskan diri dari Muktazilah ia sempat belajar ilmu kalam dari Muhammad bin Abdul Wahab al-Jubbai, tokoh Muktazilah di zamannya. Kemudian masuk kota Baghdad, di kota tersebut ia belajar berbagai disiplin ilmu. Ilmu hadits dari Zakariya bin Yahya al-Siji, ilmu fiqih dari Abu Ishaq al-Marwazy, Muhamad bin Yaqub al-Muqri dan sanad keilmuannya sampai kepada Imam Syafi’i.
Selanjutnya adalah biografi Imam Abu Manshur al-Maturidi, yang dijuluki sebagai Imam al-Huda, meninggal ? pada tahun 333 H di Samarkand. Sebagai ulama dari kalangan Hanafiyyah yang mengangkat biografinya adalah Imam Majduddin Abu al Nada Isma’il in Ibrahim al-Hanafi dalam kitab al-Ansor. Dan berhasil melahirkan karya yang fenomenal yaitu, kitab al-tauhid, kitab takwilat Al-Qur’an kitab Maqolat. (hal 83)
At Tijani Indonesia
Penulis mampu memberikan gambaran-gambaran sekilas tentang pemikirannya. Hal ini ditandai dengan penguasaan materinya. Terlebih lagi buku ini layak menjadi konsumsi bagi siapa saja yang ingin memahami Ahlussunah wal Jamaah. Tabik.?At Tijani Indonesia
Info Buku
Judul : Ahlussunah Wal-Jama’ah
Penulis : Lukmanul Hakim Al Syarwi
Penerbit : Mutamakin Pres
Tahun Terbit : Februari 2016
Tebal : 136 hlm
ISBN : 602-18104-2-2
Peresensi:
Niam At-Majha
Pengurus Lakpesdam NU Pati
Dari Nu Online: nu.or.id
At Tijani Indonesia Nahdlatul, Ahlussunnah At Tijani Indonesia
Posting Komentar
Posting Komentar